Hartayang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: "Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. penukaranharta wakaf dalam perspektif ibnu qudamah dan relevansinya dengan perwakafan. muhammad reyhan. download download pdf. full pdf package download full pdf package. rekonstruksi undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf untuk mewujudkan hukum wakaf uang yang berbasis nilai keadilan menuju peningkatan ekonomi umat. Sesungguhnyatanah wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwaris. [HR Bukhari]. PENGURUS WAKAF Pengurus wakaf adalah mewakili wakif, untuk melaksanakan amanahnya. Tentunya dibutuhkan orang yang amanat. Diutamakan orang yang berakidah benar dan Ahli Ilmu din (agama) dan bermanhaj yang benar. cash. ArticlePDF Available AbstractThe greatest asset of the Islamic Ummah is actually in a worship activity of economic and social value that is "wakaf". This paper is included in the research of library literature with reference to the argument of the Koran, the Hadith of the Prophet's opinion of scholars and regulations positive law about the wakaf applicable in Indonesia. The result of the study that the alteration of wakaf land according to Hanafiyah is not permissible because the wakaf is forever and even Syafiiyah is more extreme to prohibit even though the property which is represented has been destroyed still become a waqf and he has belonged to Allah, while Malikiyah and Hanabilah allow if the initial wakaf property can not be utilized or not strategically or inconsistent with the wakaf's wakaf pledge. While Law no. 41 on Waqf in Article 41 paragraphs 1, 2 and 3 are mentioned if the wakaf property that has been represented is used for public purposes in accordance with the general plan of spatial RUTR based on the provisions of the prevailing laws and regulations with sharia. Implementation can only be done after obtaining written permission from the Minister upon the approval of the Waqf Board of Indonesia. Wakaf possessions that have been amended because of the provisions of the exemption as intended shall be exchanged for property whose benefits and exchange rates shall be at least equal to the original wakaf property. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. FOKUS Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan vol. 2, no. 1, 2017 P3M Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN Curup – Bengkulu Available online p-ISSN 2548-334X, e-ISSN 2548-3358 PENGALIHFUNGSIAN HARTA WAKAF Lendrawati Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN Curup lendrawati1977 Abstract The greatest asset of the Islamic Ummah is actually in a worship activity of economic and social value that is "wakaf". This paper is included in the research of library literature with reference to the argument of the Koran, the Hadith of the Prophet's opinion of scholars and regulations positive law about the wakaf applicable in Indonesia. The result of the study that the alteration of wakaf land according to Hanafiyah is not permissible because the wakaf is forever and even Syafiiyah is more extreme to prohibit even though the property which is represented has been destroyed still become a waqf and he has belonged to Allah, while Malikiyah and Hanabilah allow if the initial wakaf property can not be utilized or not strategically or inconsistent with the wakaf's wakaf pledge. While Law no. 41 on Waqf in Article 41 paragraphs 1, 2 and 3 are mentioned if the wakaf property that has been represented is used for public purposes in accordance with the general plan of spatial RUTR based on the provisions of the prevailing laws and regulations with sharia. Implementation can only be done after obtaining written permission from the Minister upon the approval of the Waqf Board of Indonesia. Wakaf possessions that have been amended because of the provisions of the exemption as intended shall be exchanged for property whose benefits and exchange rates shall be at least equal to the original wakaf property. Keywords transfer function, waqf property Abstrak Aset ummat Islam terbesar sesungguhnya terdapat dalam sebuah aktivitas ibadah yang bernilai ekonomi dan sosial yaitu ”wakaf”. Tulisan ini termasuk pada penilitian kepustakaan dengan merujuk kepada dalil 90 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, No. 01, Juni 2017 al-Quran, Hadis Nabi pendapat ulama dan regulasi hukum positif tentang wakaf yang berlaku di Indonesia. Hasil penelitian bahwa mengalihfungsikan tanah wakaf menurut Hanafiyah tidak dibolehkan karena wakaf sifatnya selama-lamanya bahkan Syafiiyah lebih ektrim melarang walaupun harta benda yang diwakafkan telah hancur tetap menjadi wakaf dan dia telah menjadi milik Allah, sementera Malikiyah dan Hanabilah membolehkan apabila harta wakaf semula tidak dapat dimanfaatkan atau tidak strategis atau tidak sesuai dengan ikrar wakaf si wakif. Sedangkan UU No. 41 tentang Wakaf pada pasal 41 ayat 1, 2 dan 3 disebutkan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang RUTR berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah. Pelaksanaan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. Kata Kunci alih fungsi, harta wakaf PENDAHULUAN Wakaf merupakan sebuah aktifitas ibadah yang memiliki dimensi ekonomi dan sosial dalam tatanan kehidupan masyarakat Islam. Salah satu fungsi dari wakaf adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat umum. Wakaf pertama kali terjadi ketika Rasulullah Saw sampai di Madinah, beliau mendapat sebidang tanah dari kaum Anshar yang kemudian didirikanlah disana sebuah mesjid pertama dalam sejarah umat Islam yang bernama mesjid Quba. Selanjutnya aktivitas wakaf marak dilakukan hingga sekarang dalam rangka mengembangkan ajaran Islam dan menciptakan kemaslahatan umum. Melihat peranan wakaf yang cukup signifikan dalam menciptakan kesejahteraan umat dan mengentaskan kemiskinan, maka lahirlah berbagai lembaga yang mengatur dan menjaga aset wakaf agar berfungsi Lendrawati Pengalihfungsian Harta Wakaf 91 semestinya. Disamping itu, harta wakaf juga perlu pengembangan agar bisa diberdayakan fungsinya dan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Termasuk di negara kita; Indonesia, wakaf telah mendapat perhatian yang sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan keseriusan pemerintah dalam mengatur perwakafan ini yang kemudian dituangkan dalam berbagai perundang-undangan, seperti PP. Nomor 28 tahun 1977, Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1978, Keputusan Menteri Agama Nomor 6 tahun 1977, Kompilasi Hukum Islam pada bagian buku III dan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004. Dalam kitab fikih klasik disebutkan bahwa sebuah harta yang telah diwakafkan maka tidak boleh dijual, minta dijualkan, diwariskan dan dihibahkan. Dengan kata lain harta wakaf tidak boleh dialihfungsikan sehingga menyalahi ikrar wakaf. Hal ini dilandaskan kepada keterangan dari Rasulullah Saw ketika melarang Umar bin Khattab yang mewakafkan tanah bagiannya di Khaibar. Namun, jika pendapat ini diaplikasikan di zaman sekarang, harta wakaf terkadang tidak efektif dalam mencapai tujuannya karena disebabkan oleh beberapa alasan yang tidak bisa dinafikan. Diantaranya letak harta wakaf yang tidak strategis atau ikrar harta wakaf yang bertentangan dengan tata ruang kota dan sebagainya. Lalu apakah dalam kondisi seperti ini harta wakaf boleh dialihfungsikan? HASIL DAN PEMBAHASAN Definisi Wakaf Secara bahasa wakaf berasal dari bahasa Arab yang berbentuk mashdar dari fi`il  yang artinya  menahan dari melakukan sesuatu atau  melarang.1 Secara istilah, wakaf diartikan dengan beberapa definisi yang diutarakan oleh beberapa ulama dan para ahli, diantaranya adalah 1Al-Allâmah Ibnu Manzhûr, Lisânu al-Arab Beirut Dâru al-Ihyâ’ al-Turâts, 1996, cet. Ke-2, jilid. XV, 373 92 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, No. 01, Juni 2017 Definisi wakaf menurut Imam Abu Hanifah yang kemudian selanjutnya menjadi definisi wakaf dalam mazhab Hanafiyah “Menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik pemberi wakaf dan ia hanya bersedekah dengan manfaat walau dalam bentuk jumlah.” Adapun yang dimaksud dengan “walau bi al-jumlah” dalam definisi di atas adalah ia mewakafkan manfaat dari hartanya termasuk untuk dirinya dan juga kaum fakir Definisi wakaf menurut ulama Syafi`iyah “Menahan suatu benda yang mungkin diambil manfaanya sedang benda tersebut ainnya tetap. Pemberi wakaf terhalang untuk mempergunakan harta yang ia wakafkan walaupun dalam tanggunggannya untuk kepentingan yang bersifat mubah selama harta itu ada.” Definisi menurut ulama Malikiyah “Memberikan manfaat sesuatu pada batasan selama harta itu ada, harta tersebut tetap atas kepemilikan orang yang memberinya walaupun hanya secara taqdiran simbolis” Definisi menurut ulama Hanabilah “Menahan pemilik harta dari penggunaan hartanya agar digunakan untuk kepentingan lain dengan tetapnya ain harta tersebut. Pemilik harta terhalang untuk menggunakannya dan juga yang lain meskipun harta tersebut dalam tanggungannya, manfaat dari harta yang diwakafkan ditujukan untuk kebaikan dalam rangka mencari kerelaan dari Allah Swt.” Definisi wakaf dalam PP No. 28 tahun 1977 yaitu perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan dari harta kekayaan yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya seuai denganajaran agama Definisi wakaf dalam UU No. 41 tahun 2004 menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan wâqif orang yang berwakaf untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan 2Ibid., 519 3 Sofian Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf Surabaya al-Ikhlas, 1995, 71 Lendrawati Pengalihfungsian Harta Wakaf 93 selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai kepentingan guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syari` Definisi wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Ulama dari mazhab yang empat sepakat mengatakan bahwa wakaf adalah berupa harta yang tetap kepemilikannya pada si pemilik akan tetapi ia terhalang untuk menggunakan harta tersebut. Sebab ketika sebuah harta telah diikrarkan untuk diwakafkan maka manfaat harta tersebut hanya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan umat Islam ataupun kebutuhan masyarakat umum. Namun ada sedikit perbedaan, dalam mazhab Syafi`iyah disebutkan bahwa harta yang sudah diwakafkan harus bersifat ta’bid selama-lamanya. Tidak dinamakan wakaf jika bersifat sementara dalam artian harta yang diikrarkan untuk wakaf hanya dalam waktu tertentu. Sedangkan dalam mazhab Malikiyah dinyatakan bahwa harta yang diwakafkan boleh dalam jangka waktu tertentu, jika telah habis masanya dengan sendirinya hak penggunaan harta wakaf kembali kepada sipemilik aslinya. Selanjutnya, dalam mazhab Hanbali mendefinikan wakaf hampir sama dengan definisi ulama lain, hanya saja ada penegasan bahwa wakaf yang diberikan merupakan bentuk ibadah yaitu berbuat baik dalam rangka rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mengharapkan ridha-Nya. Adapun definisi wakaf berdasarkan kepada PP No. 28 Tahun 1977 dengan tegas dinyatakan bahwa wakaf harus bersifat tanah hak milik. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 215 ayat 1 diterangkan bawa benda wakaf adalah benda milik. Dari sini dapat dipahami bahwa benda yang bisa diwakafkan tidak hanya tanah hak milik akan tetapi bisa berupa benda lainnya. Namun kedua definisi ini kuat terpengaruh dengan 4 Abdul halim, Hukum Perwakafan di Indonesia Jakarta Ciputat press, 2005, 128 5 Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam Bandung Humaniora Utama Press, 1991, 87 94 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, No. 01, Juni 2017 pendapat Syafi`iyah yang menyatakan wakaf untuk selamanya karena mewajibkan bagi orang yang berwakaf untuk menyerahkan manfaat dari hartanya selama-lamanya. Sedangkan pada UU No. 41 tahun 2004 definisi wakaf telah diubah dengan menggabungkan definisi wakaf dari empat mazhab dengan menyebutkan bahwa harta wakaf boleh bersifat ta’bid seperti pendapat ulama Syafi`iyah dan boleh juga berjangka seperti pendapat ulama Malikiyah. Disamping itu, harta yang diwakafkan mesti memiliki daya tahan lama dan atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari`ah yang diwakafkan oleh Jadi, dapat dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf dalam syari`at Islam kalau dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan, yaitu suatu perbuatan hukum dari seseorang yang dengan sengaja memisahkan atau mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan bagi keperluan di jalan Allah Swt dan atau untuk kemashlahatan umat Islam dalam rangka mengharapkan keridhaan dari Allah Swt. Hukum Wakaf dan Kedudukannya dalam Islam Wakaf merupakan bagian dari syariat Islam karena perbuatan ini dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw. Mayoritas ulama sepakat mengatakan bahwa hukum wakaf adalah mandub sunnah.7 Ketika sebuah perbuatan yang bersifat boleh dilakukan dengan niat yang ikhlas kepada Allah Swt dan menghrapkan ridha-Nya, maka yang demikian menjadi ibadah. Diantara dalil-dalil yang menjelaskan kedudukan wakaf dalam Islam, yang artinya “...Perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” QS. Al-Hajj 77 Perintah Allah Swt untuk melakukan kebaikan bersifat umum, terkandung di dalamnya wakaf karena wakaf merupakan salah satu bentuk dari kebaikan. Dan setiap kebaikan diperintahkan oleh Allah Swt. 6 Departemen Agama RI, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf 7Wizarah al-Awqâf al-Kuwaitiyah, al-Mausû`ah al-Kuwaityah Kuwait Wizarah al-Awqâf al-Kuwaitiyah li al-Thibâ`ah, 1983, jilid. 44, 112 Lendrawati Pengalihfungsian Harta Wakaf 95 Wahbah al-Zuhaily menyebutkan bahwa wakaf masuk dalam keumuman ayat di atas, kerena wakaf adalah menginfakkan harta untuk Dalam ayat lain Allah Swt berfirman yang artinya “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” QS. Ali Imran 92 Dalam Tafsir al-Maraghi disebutkan bahwa tidaklah sampai seseorang kepada kebaikan dari Allah Swt bagi orang yang senantiasa taat kepada-Nya berupa keredhaan, rahmat, pahala, masuk surga dan dijauhkan dari api neraka sampai ia menginfakkan harta yang ia Adapun yang dimaksud dengan amalan ini termasuk didalamnya wakaf, karena wakaf merupakan pemberian harta kepada kepentingan Allah Swt dan Rasulnya dalam rangka menundukkan hawa nafsu dari kecintaan terhadap harta. Sehingga pelaku dari wakaf berhak mendapatkan kebaikan dari Allah Swt berupa rahmat dan pahala dari-Nya. Dalam sebuah hadis dijelaskan “Dari Ibnu Umar Berkata, bahwa Umar memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk mohon petunjuk. Umar berkata Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab Bila kamu suka, kamu tahan pokoknya tanah itu, dan kamu sedekahkan hasilnya. Kemudian Umar melakukan sedekah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar Umar menyedekahkan hasilnya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang meguasai tanah wakaf itu pengurusnya makan dari hasilnya dengan cara baik 8 Wahbah al-Zuhaily, Fiqhu al-Islâmy wa Adillatuhu Damaskus Dâru al-Fikri, 1995, jilid 8, 156 9Ahmad Musthafa al-Marâghi, Tafsir al-Marâghi Kairo Maktabah wa Mathbâ`ah Musthafa al-Baby al-Halaby, 207 96 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, No. 01, Juni 2017 sepantasnya atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” HR. Al-Bukhary no. 2772; dan HR. Muslim no. 1632 Pada hadis di atas, meskipun Rasulullah Saw tidak menyebutkan dengan terang bahwa perbuatan Umar bin Khattab Ra merupakan bentuk dari wakaf. Akan tetapi dengan sifat-sifat perbuatan tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa yang demikian adalah wakaf. Rasulullah Saw mengatakan, “Jika kamu suka, tahanlah pokoknya ain harta dan sedekahkanlah manfaatnya.” Ungkapan ini menjadi landasan bagi ulama dalam memberikan definisi wakaf yaitu memberikan manfaat harta untuk urusana Allah Swt dan Rasul-Nya dengan tetap menahan ain harta tersebut pada tanggungganya. Rasulullah Saw juga menjelaskan meskipun harta tersebut masih dalam tanggungan Umar bin Khattab r. a. ketika diwakafkan, Umar tidak boleh sekalipun menjualnya, meminta agar dijualkan, tidak bisa diwariskan kepada anak cucu ataupun dihibahkan kepada orang lain. Sebab harta wakaf apabila telah diniatkan untuk Allah Swt dan Rasulnya, maka pemanfataanya hanya boleh untuk kepentingan umat Islam. Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga macam, yaitu sedekah jariyah yang mengalir terus, ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” HR Muslim Pada hadis di atas dijelaskan bahwa apabila seseorang meninggal dunia maka terputuslah pahala dari amalannya kecuali tiga hal, yaitu Pertama, sedekah jariyah. Kedua, ilmu yang bermanfaat. Ketiga, anak yang shaleh lagi senantiasa mendoakannya. Sayyid al-Sabiq menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sedekah jariyah adalah Karena wakaf merupakan salah satu ibadah yang bisa bersifat selamanya ta’bid. Sepanjang harta tersebut digunakan oleh umat Islam maka sepanjang itu pula orang yang mewakafkan harta tersebut mendapat kebaikan walaupun ia sudah meninggal. 10Ibid., jilid. 3, 260 Lendrawati Pengalihfungsian Harta Wakaf 97 Dalam Fiqhu al-Sunnah,11 Sayyid al-Sabiq menjelaskan bentuk-bentuk wakaf sebagai berikut Pertama wakaf al-ahly atau al-dzurry yaitu harta wakaf yang diberikan kepada cucu ataupun karib kerabat yang terdekat yang kurang mampu. Wakaf seperti bisa berbentuk tanah, kebun, sawah dan sebagainya. Kedua wakaf al-khairy yaitu harta wakaf yang diperuntukkan untuk amal kebaikan secara umum. Seperti mewakafkan tanah untuk pembangunan mesjid, mewakafkan toko untuk pembiayaan sekolah, mewakafkan bangunan untuk kantor urusan umat dan sebagainya. Dari dua bentuk wakaf di atas memiliki dimensi kebaikan yang berbeda, wakaf yang ditujukan untuk keluarga atau wakaf al-dzurry merupakan bentuk jaminan sosial dalam lingkungan keluarga sendiri. Dengan syarat harta wakaf tersebut diginkan hanya semata-mata untuk kebaikan keluarga dan berlaku untuk selama-lamanya. Sedangkan wakaf al-khairy merupakan wakaf yang diperuntukkan untuk kemaslahatan masyarakat umum mashlahah al-ammah. Hal ini merupakan bentuk kepedulian seorang muslim terhadap kebutuhan masyaratkatnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan bersama. Hal ini juga membuktikan kesatuan umat dengan saling peduli atas kebutuhan saudaranya yang lain. Seperti mewakafkan tanah untuk pembangunan sekolah, jalan, jembatan, mesjid dan lain sebagainya. Hal ini akan memiliki manfaat yang sangat signifikan melihat fungsi dari harta wakaf tesebut mampu merubah kondisi suatu masyarakat ke arah yang lebih baik. Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa wakaf merupakan bagian dari ajaran Islam yang dikukuhkan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Bentuk pelaksanaan wakaf juga telah diatur dalam hadis Rasulullah Saw dengan tidak boleh untuk menjualnya, meminta agar dijualkan, mewariskannya dan juga menghibahkannya kepada orang lain walaupun ain harta tersebut masih dalam tanggungannya atau atas kepemilikannya. 11 Sayid al-Sâbiq, op. cit., jilid. III, 259 98 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, No. 01, Juni 2017 Namun di dunia muslim kontemporer timbul beberapa permasalahan dalam masalah wakaf ini terutama yang berkaitan dengan wakaf tanah. Diantara permasalahan itu adalah tidak efektifnya harta wakaf dalam menjalankan fungsinya untuk kemaslahatan masyarakat umum yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya letak harta wakaf yang tidak strategiskarena tidak memiliki akses jalan atau letak harta wakaf yang tidak sesuai dengan tata ruang kotaseperti ikrar wakaf untuk didirikan mesjid sedangkan dalam jarak yang tidak jauh telah terdapat mesjid,atau letak harta wakaf yang tidak profit dan sebagainya. Dalam kasus seperti ini, apakah boleh harta wakaf dialihfungsikan sehingga dengan pengalihfungsian ini bisa memberikan manfaat yang lebih besar? Pendapat Ulama Mazhab Memanfaatkan benda wakaf berarti menggunakan benda wakaf tersebut sesuai dengan ikrar wakaf. Sedangkan benda asalnya atau pokoknya tetap tidak boleh dijual, minta dijualkan, dihibahkan atau diwariskan. Kalau suatu saat ketika benda wakaf itu sudah tidak ada manfaatnya kecuali dengan adanya perubahan pada benda wakaf tersebut seperti menjual, merubah betuk sifat, memindahkan ke tempat yang lain atau menukarnya dengan benda yang lain maka ulama berbeda pendapat. Dalam mazhab Hanafiyah dijelaskan bahwa wakaf berupa mesjid bersifat selamanya, tidak akan hilang sifat mesjid tersebut walau ia tidak digunakan lagi, ataupun bangunannya telah runtuh dan kemudian tidak ada lagi orang yang mau membangunnya. Menurut Abu Hanifah dan Muhammad mesjid tersebut tetap dengan sifatnya sebagai mesjid untuk selamanya sampai hari kiamat. Wakaf mesjid yang telah runtuh tersebut tidak akan kembali kepada orang yang mewakafkannya ataupun anak cucunya. Harta wakaf tersebut juga tidak boleh dipindahkan kemesjid lain, sama saja apakah dimesjid tersebut didirikan shalat atau tidak. Juga tidak boleh meletakkan tiang penyangga pada dindingnya walaupun diberi upah. Sedangkan ulama Malikiyah memiliki penjelasan yang berbeda sebab mereka membedakan harta wakaf yang bersifat tetap dan yang Lendrawati Pengalihfungsian Harta Wakaf 99 bisa dipindah letakkan dalam menjual atau menggantinya dengan yang lain. Mereka membolehkan alih fungsi harta wakaf yang bersifat bisa dipindah letakkan jika seandainya tidak ditemukan tempat mewakafkan harta tersebut yang sesuai, khawatir rusaknya benda wakaf tersebut atau tidak bermanfaat jika harta tersebut tetap ditahan. Dalam mazhab Syafi`iyah disebutkan jika mesjid yang diwakafkan hancur dan tidak bisa lagi melaksanakan shalat di sana, maka mesjid tersebut tidak kembali kepada pemiliknya. Pemilik tersebut juga tidak boleh menggunakan manfaat darinya untuk kepentingan pribadi karena mesjid tesebut statusnya masih atas kepemilikan Allah Swt. Tidak akan kembali mesjid tersebut dalam keadaan demikian sama halnya dengan memerdekakan budak dan kemudan gila. Mazhab Hanbali membolehkan mengalihfungsikan harta wakaf jika seandainya harta tersebut tidak sesuai dengan ikrar wakaf, jika ia tidak sesuai dengan ikrar wakaf maka ia tidak tidak efektif untuk dimanfaatkan sama saja apakah harta wakaf tersebut bisa dipindah letakkan atau yang bersifat tetap; baik mesjid ataupun bukan mesjid.” Namun pada pemikiran fikih dikalangan ulama mutaakhirin mayoritas mereka membolehkan pengalihfungsian harta wakaf jika dengan dialihfungsikan tersebut mampu mendatangkan maslahat yang lebih besar dan lebih dirasakan oleh masyarakat umum. Memperhatikan hal-hal yang mungkin menimbulkan keadaan yang tidak diinginkan seperti masalah perubahan status dan penggunaan tanah wakaf, maka PP No. 28 tahun 1977 pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan selain yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Burhan Wirasubrata12 mengemukakan tiga alasan pelarangan pengalih-fungsian atas tanah wakaf, yaitu Pertama, begitu tanahdiwakafkan maka ia tidak dapat dirubah, tidak bisa dijual, tidak bisa dianggunkan, tidak bisa diwariskan atau dialihkan dengan cara 12Burhan Wira Subrata, Wakaf Kaum Muslim di Negara Yahudi Jakarta PT. Lentera Bahristama, 1999, 4 100 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, No. 01, Juni 2017 bagaimanapun. Kedua, tanah dan harta wakaf disumbangkan untuk selama-lamanya. Ketiga, sumbagan wakaf tidak bisa dibatalkan. Ketika sebuah harta diwakafkan maka wâqif ataupun anak keturunannya tidak boleh bertukar pikiran untuk menarik wakafnya. Namun dengan adanya alasan-alasan tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama, dapatlah dilakukan perubahan penggunaan tanah wakaf tersebut untuk jenis penggunaan selain yang tercantum di dalam ikrar. Menurut Hasan,13 alasan-alasan tersebut adalah a. Kerena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti telah diikrarkan oleh wâqif. b. Karena adanya kepentingan umum yang menghendakinya. Jika demikian halnya, maka nâzhir wakaf mengajukan permohonan perubahan kepada Kantor Urusan Agama dan Kantor Departemen Agama setempat dengan menyebutkan alasan-alasannya. Kemudian diteruskan kepada Kanwil Departemen Agama. Setelah Kanwil Departemen Agamameneruskan kepada Menteri Agama cq. Dirjen Bimas Islam yang mempuyai wewenang untuk memberikan persetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan perubahan. Pembatasan tersebut dimaksudkan agar sedapat mungkin dapat dihindarkan dari adanya perbuatan-perbuatan penyalahgunaan tanah wakaf. Sedangkan keharusan untuk mendaftarkan perubahan pengguunaan tanah wakaf tersebut pada pejabat yang berwenang yaitu Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PPAIW adalah untuk tertib dan kepastian hukum tanah wakaf yang bersangkutan. Penyimpangan terhadap perubahan status dan penggunaan tanah wakaf dapat berakibat terkena sanksi pidana menurut pasal 14 PP No. 28 tahun 1977 adalah berupa hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan denda sebanyak-banyaknya Rp. dan perbuatan wakaf itu batal demi hukum. Mengapa perbuatan wakaf batal demi hukum jika dilakukan perbuahan status dan penggunaannya tanpa memperhatikan alasan-alasan 13K. N. Sofian Hasan, 98 Lendrawati Pengalihfungsian Harta Wakaf 101 yang ditentukan? Hal ini dapat dikembalikan kepada ketentuan di dalam hukum fikih Islam bahwa wakaf harus bersifat kekal, dan terus menerus serta tujuannya harus untuk kepentingan peribadatan atau setidak-tidaknya untuk kepentingan umum. Kalau tanah wakaf masih sesuai dengan tujuan wakaf menurut ikrar wakaf dan tidak ada kepentingan lain yang sangat memerlukannya, kemudian diubah begitu saja untuk kepentingan pribadi, dengan sendirinya tidak sesuai lagi dengan syarat dan rukun wakaf menurut hukum fikih Islam dengandemikian perbuatan wakaf batal demi Dalam UU Republik Indonesia no. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 7 Oktober 2004 sudah diatur berbagai hal penting dalam pengembangan wakaf juga terdapat hal-hal baru dan penting di antaranya adalah mengenai masalah nâzhir, harta benda yang diwakafkan dan peruntukan harta wakaf. Mengenai perubahan status benda wakaf terdapat pada pasal 40 dan 41. Pasal 40 menyebutkan bahwa benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang a dijadikan jaminan, b disita, c dihibahkan, d dijual, e diwariskan, f ditukar, g dialihkan dalam bentuk pengalihan hal lainnya. Sedangkan pasal 41 ayat 1, 2 dan 3 disebutkan 1 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang RUTR berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah. 2 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. 3 Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 14Departemen Agama Republik Indonesia, Pedoman Praktis Perwakafan untuk Tanah Jakarta Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf, 1985, 23 102 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, No. 01, Juni 2017 wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. 4 Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Lebih jauh dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 225 ayat 1. Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain daripada dimaksud dalam ikrar wakaf. Ayat 2 penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala KantorUrusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan Pertama, karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif. Kedua, karena kepentingan Agar wakaf di Indonesia dapat berkembang dengan baik dan benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat maka sudah saatnya di Indonesia dirumuskan berbagai hal yang berkenaan dengan wakaf masalah nâzhir, perubahan status dan cara pengelolaan wakaf dengan lebih proporsional. Sementara ini masih ada keterbatasan pemahaman tentang harta yang diwakafkan nâzhir serta status perubahan fungsi harta wakaf. Di samping itu perlu juga dirumuskan kembali mengenai peruntukan wakaf yang sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa Indoneisa. Masalah ini bukan masalah yang mudah, tetapi memerlukan pengkajian dan perumusan yang hati-hati agar perumusan tersebut diterima semua pihak sehingga mudah disosialisasikan. Masalah harta benda wakaf secara umum merupakan hal yang rumit, disamping berhubungan dengan sebagai administrasi persyaratan serta tujuan wakaf itu sendiri. Juga menyangkut status dari harta wakaf 15 Abdul Halim, op. cit., 138 16 Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., 25. Lendrawati Pengalihfungsian Harta Wakaf 103 yang kadangkala bisa menimbulkan masalah dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu keabsahan sebuah wakaf harus didasarkan kepada 1. Benda yang diwakafkan itu dapat diperjual belikan dan memungkinkan pemanfaatannya secara langgeng tanpa mengalami kerusakan bendanya. Wakaf bisa berbentuk benda tetap atau bergerak. 2. Wakaf mesti ditujukan untuk kebaikan seperti tempat ibadah, kepentingan umum, orang-orang miskin,jembatan dan sebagainya 3. Wakaf hendaklah diserahkan kepada orang yang mempunyai hak untuk memiliki sesuatu atau yang disebut haqq al-tamalluk. 4. Wakaf sebaiknya dilakukan secara lansung tanpa digantungkan kepada suatu syarat seperti pernyataan, “jika saya telah meninggal”.17 Menurut penulis, perubahan status, penggantian benda dan tujuan wakaf sangat ketat pengaturannya dalam mazhaf Syafi`iyah. Namun demikian, berdasarkan keadaan darurat dan prinsip maslahat dalam hukumpositif dan dikalangan ahli hukum fikih Islam atau mazhab lain, perubahan ataupun pengalihan itu dapat dilakukan. Ini disandarkan pada pandangan agar manfaat wakaf itu tetap terus berlansung sebagai shadaqah al-jariyah, tidak mubadzir karena rusak, tidak berfungsi lagi dan sebagainya. Maka kalau kita sepakat, kecendrungan seperti ini dapat saja kita lakukan. Berbeda dengan halnya dengan segi-segi ibadah yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan harta benda, amalan wakaf amat tergantung kepada dapat atau tidaknya harta wakaf dipergunakan sesuai dengan tujuannya. Amalan wakaf akan bernilai ibadah, bila harta wakaf betul-betul dapat memenuhi fungsinya sebagaimana dituju, dalam hal wakaf mengalami berkurang rusak atau tidak dapat memenuhi fungsinya sebagaimana yang dituju, harus dicarikan jalan bagaimana agar hata 17 Juhaya S Praja, Perwakafan di Indonesia; Sejarah, Pemikiran Hukum dan Perkembangannya, Bandung Yayasan Piara, 1995, 24. 104 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, No. 01, Juni 2017 wakaf itu berfungsi. Apabila untuk itu ditukarkan dengan harta lain maka justru dengan maksud agar amalan wakaf itu dapat terpenuhi, seharusnya tidak ada halangan untuk menjual harta wakaf yang tidak berfungsi itu, kemudian ditukarkan dengan benda lain yang memenuhi tujuan wakaf. Dalam fikih Islam sendiri mengenai prinsip maslahah menjaga maksud syari`at yaitu memberikan kemanfaatan dan menghindari segala yang dapat merugikan merupakan hal yang dapat dijadikan pertimbangan. Dari pada harta wakaf dipertahankan tidak boleh dijual, tetapi berakibat harta itu tidak berfungsi maka maksud syara` akan lebih terpelihara bila harta wakaf dijual atau digantikan barang lain yang lebih memenuhi maksud wakaf. Penutup Wakaf adalah sebuah ibadah yang memiliki dimensi sosial dan ekonomi dalam rangka menciptakan kemashalatan umum. Sehingga dari peran wakaf diharapkan mampu mendongkrak kesejahteraan sebuah komunal masyarakat Islam yang berada disekitarnya. Wakaf merupakan bagian dari syariat Islam, mayoritas ulama menyatakan hukumnya adalah mandûb. Sebuah harta yang diwakafkan maka tidak boleh dijual, minta dijualkan, dihibahkan, ataupun di diwariskan. Ketika ia telah diikrarkan untuk Allah Swt dan Rasul-Nya maka ia tidak boleh ditarik untuk kepentingan pribadi. Hanya saja sebagian ulama dari kalangan Malikiyah membolehkan wakaf berjangka yang apabila jangka waktunya habis maka harta itu dengan sendirinya kembali kepada pemiliknya. Timbul permasalahan dalam fikih kontemporer yang berkaitan dengan wakaf karena harta tersebut dinilai tidak efektif dalam menjalankan fungsinya. Ulama fikih klasik lebih berpendapat tidak boleh mengalih fungsikannya. Namun ulama fikih mutaakhirin dan mu`ashirin lebih cendrung membolehkannya jika seandainya dengan pengalihfungsian tersebut akan memberikan manfaat yang lebih besar. Lendrawati Pengalihfungsian Harta Wakaf 105 Daftar Pustaka Abidin, Ibnu. 2003. Raddu al-Mukhtâr ala al-Dâru al-Mukhtâr Syarhu Tanwiru al-Abshâr. Riyadh Dâru Alim li al-Kutub. Aleisy, Al-Allâmah al-Syeikh Muhammad. tth. Syarhu Manhi al-Jalil ala Mukhtashari al-Allâmah al-Khalil. Tripoli Maktabah al-Najal. Al-Bahuty, Al-Syeikh Manshûr bin Yûnus bin Idris. 2000. Syarhu Muntaha al-Iradât Daqaiqu Uli al-Nuha li Syarhi al-Muntahâ. Beirut Muassasah al-Risâlah. Departemen Agama Republik Indonesia. 1991. Kompilasi Hukum Islam. Bandung Humaniora Utama Press. __________________________________ 1985. Pedoman Praktis Perwakafan untuk Tanah. Jakarta Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf. Halim, Abdul. 2005. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta Ciputat press. Hasan, Sofian . 1995. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Surabaya al-Ikhlas. Manzhûr, Al-Allâmah Ibnu . 1996. Lisânu al-Arab. Beirut Dâru al-Ihyâ’ al-Turâts. Al-Marâghy, Ahmad Musthafa. tth. Tafsir al-Marâghi. Kairo Maktabah wa Mathba`ah Musthafa al-Baby al-Halaby. Al-Syarbainy, Syamsuddin Muhammad bin al-Khâtib. 1997. Mugni al-Muhtâj ila Ma`rifati Ma`ani Alfazhi al-Minhâj. Beirut Dar al-Ma`rifah. Al-Sâbiq, Fiqhu al-Sunnah. Kairo al-Fathu li al-`Ilâm al-Araby Subrata, Burhan Wira. 1999. Wakaf Kaum Muslim di Negar Yahudi. Jakarta PT. Lentera Bahristama. Praja, Juhaya S. 1995. Perwakafan di Indonesia; Sejarah, Pemikiran Hukum dan Perkembangannya. Bandung Yayasan Piara. Wizarah al-Awqâf al-Kuwaitiyah. 1983. al-Mausû`ah al-Kuwaitiyah. Kuwait Wizarah al-Awqâf al-Kuwaitiyah li al-Thibâ`ah. Al-Zuhaily, Wahbah. 1995. Fiqhu al-Islâmy wa Adillatuhu. Damaskus Dâru al-Fikri. Mia LuhfianaAkmal BashoriWaqf is a form of Islamic socio-religious worship which is highly recommended for Muslims, because waqf will always distribute rewards to those who donate it even though the person concerned has died. While swapping waqf is replacing the waqf property with other assets because there is benefit or indeed it must be replaced which in Islam is known as istibdal. The problems examined in this study are first, how is the practice of implementing swaps for waqf land at the Andurrahman al Jamil prayer room in Bumen Hamlet, Bumirejo Village, Mojotengah District, Wonosobo Regency. Second, how is the law of the swap practice from the perspective of Imam As-Shafi'i. to find out whether the practice of swapping is in accordance with the As-Shafi'i Madzhab or not. This research uses field research methods with data analysis and processing on objects that compare the law of Imam As-Syafi'i with the practice of swapping rolls that occur in the Bumen, Bumirejo, Mojotengah, Wonosobo neighborhoods. The results of the first study show that in the practice of exchanging waqf land that took place at the Abdurrahman Al Jamil Mosque, Bumen Hamlet, Bumirejo, Mojotengah, Wonosobo, it was a practice of exchanging waqf land at the Al Jamil Mosque and the land of one of the residents as an extension of the Abdurrahman Mosque. The reason for this exchange is to maintain the continuity of the benefits and objectives of the Al Jamil mosque waqf because the mosque is not well managed. Second, when viewed from the perspective of Imam Syafi'i this practice is not in accordance with Islamic law stipulated by Imam Syafi'i. In his opinion, the practice of back-and-forth is not allowed. The stated permissibility of swapping is not a law, but only as an alternative so that the sustainability of the benefits is not lost more maslahah.Raddu al-Mukhtâr ala al-Dâru al-Mukhtâr Syarhu Tanwiru al-AbshârIbnu AbidinAbidin, Ibnu. 2003. Raddu al-Mukhtâr ala al-Dâru al-Mukhtâr Syarhu Tanwiru al-Abshâr. Riyadh Dâru Alim li Hukum Islam Bandung Humaniora Utama Press. __________________________________ 1985. Pedoman Praktis Perwakafan untuk TanahDepartemen AgamaRepublik IndonesiaDepartemen Agama Republik Indonesia. 1991. Kompilasi Hukum Islam. Bandung Humaniora Utama Press. __________________________________ 1985. Pedoman Praktis Perwakafan untuk Tanah. Jakarta Proyek Pembinaan Zakat dan Perwakafan di IndonesiaAbdul HalimHalim, Abdul. 2005. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta Ciputat Hukum Zakat dan WakafK N HasanSofianHasan, Sofian. 1995. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Surabaya al-Sunnah. Kairo al-Fathu li al-`Ilâm al-Araby Subrata, Burhan WiraAl-SâbiqSayidTthAl-Sâbiq, Fiqhu al-Sunnah. Kairo al-Fathu li al-`Ilâm al-Araby Subrata, Burhan Wira. 1999. Wakaf Kaum Muslim di Negar Yahudi. Jakarta PT. Lentera di Indonesia; Sejarah, Pemikiran Hukum dan PerkembangannyaJuhaya S PrajaPraja, Juhaya S. 1995. Perwakafan di Indonesia; Sejarah, Pemikiran Hukum dan Perkembangannya. Bandung Yayasan al-Islâmy wa Adillatuhu. Damaskus Dâru al-FikriWahbah Al-ZuhailyAl-Zuhaily, Wahbah. 1995. Fiqhu al-Islâmy wa Adillatuhu. Damaskus Dâru al-Fikri. Teks Jawaban adalah penahanan aset dan memberikan jalan pemanfaatan, maksud dari aset tersebut adalah apa saja yang memungkinkan untuk bisa dimanfaatkan namun barangnya masih tetap ada, seperti; rumah, toko, kebun dan lain sebagainya. Adapun manfaat yang dimaksud adalah hasil dari aset tersebut, seperti; buah, upah, penempatan rumah, dan lain sebagainya. Hukum wakaf adalah termasuk ibadah sunnah di dalam Islam, yang mendasari hal ini adalah sunnah yang shahih, di dalam kitab Shahihain bahwa Umar –radhiyallahu anhu- berkata يا رسول الله ! إني أصبت مالاً بخيبر لم أصب قط مالاً أنفس عندي منه ؛ فما تأمرني فيه ؟ قال إن شئت حبست أصلها وتصدقت بها , غير أنه لا يباع أصلها ولا يوهب ولا يورث , فتصدق بها عمر في الفقراء وذوي القربى والرقاب وفي سبيل الله وابن السبيل والضيف . “Wahai Rasulullah, saya mendapatkan bagian harta dari Khaibar yang belum pernah saya mendapatkan harta sebanyak itu sebelumnya, maka apa anjuran anda untuk harta tersebut ?, beliau bersabda “Jika kamu mau, ambil pokoknya dan sedekahkanlah, hanya saja pokoknya tersebut tidak bisa dijual, dihibahkan dan diwariskan”. Maka Umar mensedekahkannya kepada para fakir miskin, kerabat, para budak, mereka yang berada di jalan Allah, dalam perjalanan dan para tamu. Dan Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab Shahihnya dari Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به من بعده , أو ولد صالح يدعو له . وقال جابر لم يكن أحد من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ذو مقدرة إلا وقف “Jika anak cucu Adam telah meninggal dunia maka terputus amalannya kecuali tiga perkara sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya dan bagi orang setelahnya, atau anak sholeh yang mendoakannya”. Jabir berkata “Tidaklah satupun dari para sahabat Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- mempunyai kemampuan kecuali wakaf”. Al Qurthubi –rahimahullah- berkata “Tidak ada perbedaan di antara para imam untuk menahan dijadikan wakaf banyak jembatan, dan masjid secara khusus, namun mereka berbeda pendapat dalam hal yang lainnya”. Dan disyaratkan bagi pemberi wakaf adalah orang yang boleh menyalurkan harta, seperti; baligh, merdeka, memahami situasi, jadi tidak sah jika wakaf itu berasal dari anak kecil, orang bodoh dan para budak”. Wakaf itu bisa terlaksana dengan dua hal Ucapan yang menunjukkan untuk berwakaf, seperti ucapan “Saya telah mewakafkan tempat ini atau saya menjadikannya sebuah masjid”. Perbuatan yang menunjukkan kepada wakaf menurut kebiasaan banyak orang, seperti seseorang yang menjadikan rumahnya sebagai masjid, dan mengizinkan masyarakat secara umum untuk shalat di situ, atau menjadikan tanahnya sebagai pemakaman dan mengizinkan masyarakat untuk menguburkan jenazah mereka di sana. Redaksi ikrar wakaf dibagi menjadi dua Pertama Dengan ucapan yang jelas, seperti ucapan “Saya wakafkan, saya tahan, saya tetapkan untuk di jalan Allah, saya namakan…”. Beberapa redaksi tersebut adalah jelas; karena tidak mengandung makna selain wakaf, maka kapan saja seseorang mengucapkan dengan salah satu dari redaksi tersebut, maka sudah menjadi wakaf tanpa ada tambahan lainnya. Kedua Dengan ucapan kinayah bahasa kiasan, seperti; “Saya sedekahkan, saya haramkan, saya kekalkan…”, dinamakan dengan bahasa kiasan karena masih mengandung makna wakaf dan makna lainnya. Maka barang siapa yang mengucapkan salah satu dari kalimat tersebut, dengan syarat diikuti dengan niat berwakaf, atau diikuti dengan salah satu kalimat yang jelas di atas, atau dengan kalimat lain yang mengandung makna kiasan, atau diikuti salah satu dari kalimat yang jelas, seperti halnya ucapan “Saya sedekahkan sekian sebagai sedekah wakaf, ditahan, diperuntukkan di jalan Allah, diharamkan, atau digunakan selamanya, pengikutsertaan kalimat kinayah dihukumi sebagai wakaf, seperti; “Saya sedekahkan sekian dan tidak untuk dijual atau diwariskan”. Adapun syarat sahnya wakaf adalah sebagai berikut Orang yang mewakafkan adalah orang yang boleh menggunakan hartanya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Hendaknya yang diwakafkan termasuk hal yang bisa dimanfaatkan secara terus-menerus dan tetap keberadaannya, tidak ada wakaf pada hal-hal yang tidak tetap cepat musnah setelah dimanfaatkan, seperti makanan. Hendaknya yang diwakafkan berupa hal tertentu, wakaf tidak sah jika tidak tertentu, seperti; “Saya wakafkan salah seorang dari para hamba sahayaku, atau salah satu dari rumah saya”. Hendaknya wakaf untuk suatu kebaikan; karena tujuannya adalah untuk bertaqarrub kepada Allah –Ta’ala-, seperti; masjid, jembatan, orang miskin, penyaluran air, buku pengetahuan, dan kepada para kerabat. Wakaf tidak sah untuk selain jalan kebaikan, seperti wakaf untuk tempat ibadahnya orang-orang kafir, buku-buku zindiq, wakaf untuk kuburan untuk menerangi dan pembakaran bakhur kemenyan, juru kunci makam; karena hal itu termasuk membantu kemaksiatan, kesyirikan dan kekufuran. Syarat sahnya wakaf jika pada hal tertentu agar dimiliki sepenuhnya; karena wakaf itu kepemilikan, maka tidak sah bagi orang yang bukan menjadi hak miliknya, seperti; jenazah dan hewan. Syarat sahnya wakaf juga hendaknya yang bisa dieksekusi, tidak sah wakaf yang bersifat sementara, atau masih terkait dengan hal lainnya, kecuali jika dikaitkan dengan kematian pemiliknya, maka tetap sah, seperti ucapan “Jika nanti saya meninggal dunia, maka rumah ini menjadi wakaf bagi orang fakir”, berdasarkan riwayat Abu Daud أوصى عمر إن حدث به حدث ، فإن سمغاً - أرض له - صدقة “Umar telah berwasiat jika terjadi suatu kejadian maka samagon –tanah miliknya- menjadi sedekah”. Hal ini sudah terkenal dan tidak ada pengingkaran, maka menjadi sebuah konsensus ijma’ bahwa wakaf yang dikaitkan dengan kematian diambilkan dari 1/3 harta; karena hukumnya sama dengan wasiat. Dan di antara hukum wakaf adalah wajib hukumnya untuk melaksanakan syarat dari pemberi wakaf jika tidak bertentangan dengan syari’at, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- المسلمون على شروطهم , إلا شرطاً أحل حراماً أو حرم حلالاً “Umat Islam itu sesuai dengan syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal”. Dan karena Umar –radhiyallahu anhu- telah berwakaf dengan syarat tertentu, dan kalau tidak diwajibkan untuk mengikuti syaratnya maka menjadi tidak ada manfaatnya, dan jika ia telah memberi syarat dengan kadar tertentu atau dengan syarat yang didahulukan bagi sebagian mereka yang berhak dari sebagian lainnya atau semuanya, atau mensyaratkan sifat tertentu bagi penerimanya, atau dengan syarat ketiadaannya, atau syarat harus melihat wakafnya dan lain sebagainya, maka wajib mengamalkan syaratnya, selama tidak bertentangan dengan dengan Al Qur’an dan Sunnah. Jika dia tidak memberikan syarat apapun, maka baik orang kaya, miskin, laki-laki, wanita, sama-sama berhak menerima dari pemberi wakaf. Jika dia tidak menunjuk seorang nadzir wakaf, atau ia telah menunjuk seseorang tapi ia telah meninggal dunia, lalu ia menjadi nadzirnya maka barang tersebut dimiliki oleh yang diberi wakaf jika sudah tertentu, dan jika wakaf tersebut tertuju kepada instansi tertentu, seperti; masjid, atau mereka yang tidak bisa dibatasi, seperti; orang-orang miskin, maka nadzir wakaf tersebut hendaknya di handle langsung oleh hakim, atau mewakilkan kepada yang ditunjuk olehnya. Diwajibkan oleh mereka yang melihat agar bertakwa kepada Allah dan berlaku baik terhadap wakaf; karena hal itu merupakan amanah yang diamanahkan kepadanya. Dan jika dia telah berwakaf kepada anak-anaknya, maka baik yang laki-laki maupun yang perempuan mempunyai hak yang sama, begitu juga dengan sesuatu yang disetujui untuk mereka, maka yang disetujui itu menjadi sama bagi mereka. Dan sesuatu yang diwakafkan untuk mereka, kemudian diperuntukkan untuk anak cucunya, maka wakaf tersebut berpindah kepada cucu-cucunya tanpa cucu laki-laki dari anak perempuannya; karena berasal dari laki-laki lain yang mereka sandarkan kepada bapak mereka; karena mereka tidak termasuk pada firman Allah يوصيكم الله في أولادكم “Allah mensyari`atkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu”. QS. An Nisa’ 11 Dan sebagian ulama berpendapat bahwa mereka cucu laki-laki dari anak perempuannya termasuk pada kata “Al Awlad” anak-anaknya; karena anak-anak perempuannya termasuk anak-anaknya, maka anak-anak mereka adalah cucu-cucunya yang sebenarnya juga, wallahu a’lam. Kalau ia berkata “Wakaf untuk “Abna’” anak-anak lelakiku atau untuk bani fulan, maka wakaf tersebut khusus bagi yang laki-laki saja; karena kata “al Banin” anak laki-laki memang diperuntukkan untuk itu, Allah berfirman أم له البنات ولكم البنون “Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki?”. QS. At Thur 39 Kecuali kalau yang diberi wakaf adalah kabilah, seperti; bani Hasyim, bani Tamim, maka termasuk di dalamnya para wanita; karena nama kabilah itu mencakup laki-laki dan perempuannya. Akan tetapi jika berwakaf kepada jama’ah yang memungkinkan untuk dihitung, maka wajib berlaku umum bagi mereka dan menyama-ratakan kepada mereka. Dan jika tidak bisa dihitung dan dikenali mereka semua, seperti bani Hasyim dan bani Tamim, maka tidak wajib diberlakukan umum; karena hal itu tidak mungkin dan boleh hanya berlaku bagi sebagian mereka, dan mengutamakan sebagian mereka dari sebagian lainnya. Wakaf ini termasuk akad yang wajib hanya dengan ucapan, maka tidak boleh dibatalkan, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- لا يباع أصلها ولا يوهب ولا يورث “Pokonya tidak boleh dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan”. Tirmidzi berkata العمل على هذا الحديث عند أهل العلم “Ahli ilmu para Ulama mengamalkan hadits ini”. Maka tidak boleh dibatalkan; karena hal itu berlaku selamanya, tidak dijual belikan, dan tidak dipindahtangankan, kecuali manfaatnya berhenti seluruhnya, seperti; rumah yang hancur dan tidak memungkinkan untuk membangunnya kembali dari sisa wakaf atau tanah persawahan yang rusak dan kembali menjadi tanah mati dan tidak mungkin lagi dibangun dengan sisa wakaf, maka wakaf yang kondisinya demikian dijual dan uangnya dibelikan yang serupa dengannya; karena hal itu lebih dekat dengan tujuan orang yang berwakaf, dan jika tidak memungkinkan sama persis, maka diganti dengan setengah yang serupa dengannya, dan penggantinya tersebut statusnya sebagai wakaf sesaat setelah dibelinya. Jika wakaf tersebut berupa masjid, lalu tempat itu menjadi tidak berpenghuni, seperti masyarakatnya keluar, maka masjid itu dijual dan uangnya dipakai untuk masjid yang lain, dan jika ada masjid yang sisa wakafnya melebihi kebutuhannya, maka boleh menyalurkan yang lebih itu kepada masjid yang lain; karena hal itu pemanfaatan pada jenis wakaf yang sama, boleh juga kelebihan wakaf tersebut disedekahkan kepada orang-orang miskin. Jika seseorang telah berwakaf pada hal tertentu, seperti jika ia berkata “Ini untuk Zaid, setiap tahunnya diberikan kepadanya 100, sementara nilai wakafnya lebih dari itu, maka sisanya bisa disimpan, syeikh Taqiyyuddin –rahimahullah- berkata “Jika diketahui bahwa wakaf itu selalu lebih dari yang dibutuhkan, maka wajib disalurkan karena diamnya bentuk kerusakannya”. Jika seseorang telah berwakaf kepada masjid, lalu rusak, dan tidak mampu pembiayaan perbaikan dari wakaf, maka dibiayai seperti masjid-masjid yang serupa dengannya. Wallahu A’lam Origin is unreachable Error code 523 2023-06-15 033831 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d77c7c4c959b903 • Your IP • Performance & security by Cloudflare

harta yang diwakafkan tidak boleh dijual atau dihibahkan tetapi untuk